Pancasila
diimplementasikan hanya secara normatif dan teoritis serta belum benar-benar
diamalkan dengan baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila dalam
sistem kenegaraan menjadi multi tafsir dan cenderung untuk kepentingan
penguasa. Oleh karena itu ketika orde baru jatuh, maka Pancasila juga mulai
ditinggalkan.
Sejarah
implementasi Pancasila memang tidak menunjukkan garis lurus, bukan dalam
pengertian keabsahan substansialnya, tapi dalam konteks implementasinya.
Tantangan terhadap Pancasila sebagai kristalisasi pandangan politik berbangsa
dan bernegara bukan hanya berasal dari faktor domestik, tetapi juga
internasional. Banyak ideologi-ideologi mancanegara yang turut bertarung di
Indonesia. Kini gelombang demokratisasi, Hak Asasi Manusia, neo-liberalisme,
serta neo-konservatisme dan globalisme bahkan telah memasuki cara pandang dan
cara berpikir masyarakat Indonesia.
Hal demikian bisa meminggirkan Pancasila dan
bisa menghadirkan sistem nilai dan idealisme baru yang bertentangan dengan
kepribadian bangsa. Dalam suasana demikian, bisa saja solidaritas global
menggeser kesetiaan nasional. Internasionalisme menggeser nasionalisme. Kini
bangsa Indonesia harus kembali kepada nilai-nilai Pancasila yang sangat
istimewa agar tidak terjadi disintegrasi bangsa. Terbentuknya negara yang
dinamakan Indonesia tahun 1945 oleh karena kesadaran dan kesepakatan bangsa
untuk mendasarkan diri kepada Pancasila. Dengan Pancasila, persatuan dan
kesatuan bangsa dari Sabang sampai Meraoke tetap akan utuh dan apa yang
dinamakan negara dan bangsa Indonesia akan tetap ada.
Untuk
kepentingan hal tersebut, maka dibutuhkan upaya sungguh-sungguh untuk
peningkatan persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan demikian, bangsa ini dapat
mengembangkan keharmonisan dan kemandiriannya demi mencapai kemajuan bangsa,
antara lain perlu implementasi kembali nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
No comments:
Post a Comment