Friday, September 21, 2018

Euthanasia: Hak Pasien Untuk Memilih Hidup Dan Mati


Perawatan pasien terbilang sangat mahal. Dibutuhkan biaya berbilyun dolar untuk menjaga pasien hidup dalam kondisi vegetatif dalam unit perawatan intensif. Konsep euthanasia (pembunuhan karena rasa kasihan) muncul. Pada tahun 1987, terdapat 23.000 kasus terjadi di belanda. Sebagai pertanyaan di kalangan masyarakat dapat muncul dalam membahas gejala ini. Siapakah yang seharusnya menetukan (pasien yang tidak sadar, keluarga atau dokter) bahwa tali tabung harus di copot dan sistem pendukung kehidupan harus dihentikan? Apakah batasan kematian? Apakah keinginan hidup dapat di benarkan? Apakah menghentikan sistem pendukung kehidupan dan tindakan kasihan merupakan keputusan medikal, pembunuhan atau hanya merupakan keputusan finansial?
Menurut ajaran islam, kehidupan tidak dapat diperpanjang karena setiap orang diciptakan untuk rentang kehidupan yang terbatas yang telah ditentukan sebelumnya. Para ilmuwan dapat berusaha membantu, tetapi tidak dapat menggantikan Allah SWT dalam mengatur kematian manusia. Tanggung jawab moral islam telah mulai sejak kandungan dan berakhir sampai dengan kematianya. Islam memberikan penekanan dalam kesucian kehidupan dan realitas kematian.
Islam tetap memandang penting untuk menjaga dan menyelamatkan kehidupan melalui pengobatan kedokteran atau lainya, namun, jelas bahwa kematian merupakan kontrak dengan Allah dan keputusan akhir berada di tangan Allah. Islam dapat dikategorikan sebagai melawan euthanasia aktif dan menganggapnya sebagai tindakan pembunuhan. Tidak terdapat perbedaan antara pistol yang ditembakkan suami bagi isterinya yang sedang sekarat ataupun alat suntik yang dipergunakan dokter bagi pasienya yang akan meninggal. Keduanya merupakan senjata untuk kematian, tidak peduli apa pun niat di balik itu.
Namun, sebaliknya Islam tidak menganjurkan untuk membiarkan manusia berada dalam keadaan vegetatif dalam waktu lama. Usaha pengobatan dapat dihentikan. Islam memandang bahwa kualitas kehidupan lebih penting daripada lamanya hidup. Dokter dan keluarganya harus memahami keterbatasan mereka dan tidak mengambil tindakan heroik untuk memperpanjang kehidupan pasien terminal atau memberikanya kehidupan buatan. Tindakan heroik dapat dilakukan pada awal kehidupan, misalnya menyelamatkan bayi prematur dan bukan pada akhir kehidupan, meskipun masing-masing kasus harus diperlakukan secara individual.

No comments:

Post a Comment